Monday, April 16, 2007

Pilkada DKI Jakarta dan Sikap Masyarakat Jawa Barat Terhadap Konsep Megapolitan

Warga Jawa Barat yang terhormat,

Sepanjang tahun 2006 dan awal 2007, wacana Megapolitan Jakarta (yang meliputi Jabodetabek Plus Cianjur) sempat menimbulkan pro dan kontra di Jakarta maupun di Jawa Barat. Wacana itu makin memanas menyusul musibah Banjir Besar di Jakarta Tahun 2007 ini. Ada semacam desakan bersifat Politis yang menginginkan agar Konsep Megapolitan ini sesegera mungkin diwujudkan. Namun dalam lingkup di lapangan, Pemerintah DKI Jakarta (dalam hal ini Gubernur Sutiyoso) dan Pemerintah Jawa Barat (via Gubernur Danny Setiawan) dan Banten (Gubernur Ratu Atut Chossiyah) belum mengadakan pembicaraan resmi untuk mengejawantahkan pemikiran tersebut ke dalam sebuah konsep yang nyata? Apakah ini hanya sebuah "political move" Bang Yos (baca: Sutiyoso)yang santer dikabarkan ingin menjadi Calon Presiden Pemilu 2009 ? Atau sebetulnya merupakan buah pemikiran seorang Bang Foke (baca: Fauzi Bowo) -Wakil Gubernur DKI Jakarta saat ini yang nota bene seorang berlatar belakang pendidikan Tata Kota (from Braunschweig Tech University, Germany) dan malang melintang di Pemda DKI selama lebih dari 30 tahun ?

Bagi masyarakat Jawa Barat -secara langsung maupun tidak langsung- pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta Tahun 2007 ini tentunya menjadi suatu momen yang menarik untuk dicermati, khususnya bagi masyarakat Bogor, Depok. Bekasi, Cianjur, dan bahkan hingga ke Bandung. Dilihat dari kemungkinan dan political move yang sedang berkembang saat ini, masyarakat Jawa Barat (termasuk Kalangan Eksekutif dan Legislatif) perlu segera bersikap dan bergerak untuk menanggapi wacana tersebut, tentunya dengan sikap yang ilmiah dan tidak emosional. Apalagi jika memang Bang Yos mampu menjadi seorang Presiden pasca-Pemilu 2009 dan Bang Foke terpilih sebagai Gubernur pasca-Pilkada 2007, bukan tidak mungkin hal itu segera menjadi sebuah kenyataan.

Secara formal Pemerintah atau Rakyat Jawa Barat memang tidak memiliki hak dan kewajiban terhadap pelaksanaan Pilkada 2007. Meskipun para kandidat lain -yang memiliki kans dicalonkan- adalah orang-orang berdarah Sunda (Sarwono, Agum, dan Adang) namun hal itu tidak harus membuat masyarakat Jawa Barat harus emosional mendukung mereka, karena memang tak ada hak dan kewajiban formal atas hal tersebut. Masyarakat Jawa Barat harus lebih memikirkan Konsep Pembangunan Megapolitan sebagai Konsep Pembangunan yang memang menguntungkan bagi segala lapisan masyarakat. Suka tidak suka, sebetulnya tahap-tahap megapolitan telah berjalan secara fisik (antara lain dengan dibangunnya Tol Cipularang, Fly Over Depok-Lenteng Agung, dan sebagainya). Namun dalam tatanan hukum, konsep-konsep tersebut belum dinyatakan sebagai satu kesatuan yang mendapat pengesahan tingkat Undang-undang.

Masyarakat Jawa Barat selain harus bersikap tidak emosional terhadap Pilkada DKI Jakarta, juga harus mampu bersikap ilmiah terhadapnya terutama dalam kaitan Konsep Megapolitan tersebut. Artinya, jika Konsep Megapolitan yang ditawarkan Bang Yos (dan disinyalir merupakan sumbangan pemikiran Bang Foke) itu merupakan hal yang bersifat integral dan telah melalui sebuah studi terencana, maka masyarakat Jawa Barat harus segera berdialog secara internal dengan seluruh lapisan rakyat Jawa Barat dan eksternal dengan Pemda DKI Jakarta (pra-Pilkada maupun pasca-Pilkada). Diharapkan dengan dialog tersebut, segera terbangun sebuah konsep pembangunan yang memang terencana secara integral bagi penduduk di dalamnya bahkan untuk pembangunan Indonesia pada umumnya.

Di lain pihak, perlu pula dicermati visi dan misi para kandidat lainnya (Sarwono, Agum, dan Adang) apakah mereka memang memiliki konsep terkait pembangunan integral kawasan Jakarta-Banten-Jawa Barat tersebut. Apalagi jika memang mereka menyadari dirinya sebagai orang Sunda -tanpa harus bersikap chauvinist-, harusnya ada sikap dan pemikiran yang memang mengarah pada terlaksananya konsep tersebut (yang sekarang lebih dikenal sebagai Konsep Megapolitan). Ketiga Putra Sunda ini jangan justru memanfaatkan momentum Kesundaan hanya sebagai ajang untuk mencari dukungan pemilih (karena kabarnya; jumlah etnis Sunda ber-KTP Jakarta termasuk dalam kalangan mayoritas).

Dalam kaitan dengan konsep Megapolitan , saya hanya mengusulkan kepada Para Calon Kepala Daerah DKI Jakarta, Pemda dan Masyarakat Jabar-Banten, maupun Eksekutif dan Legislatif Pusat untuk segera menyusun daftar prioritas pembangunan Kawasan Jabar-Banten-Jakarta ini dengan tetap memperhatikan hal-hal sebagai berikut sebagai Landasan dan Tujuan Pembangunan;


  1. Pengembangan Perekonomian Rakyat yang mengarah pada Peningkatan Upah Buruh dan Pekerja Sektor Informal (termasuk Petani);
  2. Peningkatan Kualitas Pendidikan Masyarakat dengan menyediakan Pendidikan yang murah, kolektif, dan luas akses secara nasional maupun internasional;
  3. Pelestarian dan pengembangan Sumber-sumber Daya Lingkungan Hidup;
  4. Peningkatan akses Teknologi Informasi melalui pembangunan di bidang Teknologi Informasi, Komunikasi, Pers, dan Sistem Penyiaran Nasional.
  5. Pengembangan Investasi yang lebih memberikan akses bagi Industri Menengah ke Bawah untuk berperan serta dalam pengembangan IPTEK kelas menengah dan tinggi, tanpa harus mengurangi peranan Industri Kelas Atas yang saat ini telah sehat sebagai sumber pendukung perekonomian.
  6. Kerjasama Wilayah (Antar Pemda maupun dengan Pemerintah Pusat), yang salahsatunya dapat ditindaklanjuti dengan penunjukan seorang Menteri Khusus yang bertanggung jawab membina kerjasama di kawasan ini.
  7. Membangun Peran Serta masyarakat secara kerakyatan (melalui proses musyawarah untuk mufakat, berkeadilan sosial, dan berperikemanusiaan) dalam pembangunan Kawasan ini.
  8. Menjadikan Pembangunan Kawasan ini sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Kawasan Ekonomi Berikat Indonesia dan ASEAN.
  9. Menjamin pembangunan berlanjut secara teknis dan legal, antara lain dengan melahirkan Undang-undang yang memberi kewajiban bagi Pemerintah untuk mempertahankan dan melanjutkan tongkat estafet pembangunan Megapolitan tersebut.
  10. Tidak melakukan upaya untuk perubahan batas wilayah administratif yang dapat memancing perpecahan. Wilayah Administratif Jakarta, Banten, dan Jawa Barat tetap dipertahankan karena toh masih ada dalam satu kesatuan yang juga menjadi tanggung jawab Pemerintah Republik Indonesia.

Harapan-harapan penulis hanyalah sebuah pemikiran yang mungkin telah banyak dipikirkan dan berkembang lebih konseptual, namun mudah-mudahan menjadi sebuah momentum pengingat terutama bagi Masyarakat Jakarta-Jabar-Banten dalam menyikapi Pilkada DKI Jakarta maupun dalam mengembangkan konsep Megapolitan.

Hiduplah Indonesia Raya !!!

No comments: