Monday, April 16, 2007

Elit Bandung Barat, Segera Bentuk dan Laksanakan Konsep Pembangunan Bandung Barat !!!

Sejak disahkannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Bandung Barat, belum terlihat sosialisasi dilakukan secara meluas terhadap warga Bandung Barat sendiri. Yang banyak muncul justru hanya ucapan-ucapan selamat dari para "politikus" atas pembentukan Kabupaten Bandung Barat tersebut. Hal ini menimbulkan kekhawatiran penulis akan esensi sebenarnya pengusulan pembentukan Bandung Barat hanya merupakan modus sekelompok orang untuk memperoleh lahan kekuasaan baru. Bukan hanya para aktivis partai politik asal Bandung Barat yang mulai bersiap menerkam kursi-kursi kekuasaan baru, tetapi diduga akan muncul eksodus Politisi di luar Bandung Barat yang akan "kembali" ke Bandung Barat untuk mengejar posisi mulai dari Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dan Legislatif.
Lalu sampai sejauh mana para aktivis pengusul Bandung Barat, Politisasi Parpol Bandung Barat, dan Birokrat Penjabat Bandung Barat telah melakukan upaya-upaya konkrit dalam rangka sosialisasi dan tindak lanjut pengesahan Undang-undang tersebut? Penulis menilai, hingga saat ini wacana yang berkembang tidak lebih dari upaya-upaya untuk mempersiapkan Visi dan Misi yang akan digunakan mereka untuk menempati jabatan-jabatan kekuasaan di Bandung Barat. Seharusnya mereka lebih mengedepankan terbangunnya sebuah Konsep Pembangunan Bandung Barat. Dengan demikian, pembentukan Bandung Barat memang akan menjadi sebuah batu loncatan peningkatan kesejahteraan material dan spiritual masyarakatnya melalui pelaksanaan Konsep Pembangunan berkelanjutan, berwawasan, dan mampu menyentuh seluruh lapisan masyarakat Bandung Barat.
Dalam kondisi seperti ini, sudah terlihat jelas sebetulnya kaum elit politik dan birokrat yang bergentayangan di Bandung Barat ini tidak memiliki kesiapan untuk menindaklanjuti pembentukan Bandung Barat. Salah satu indikasinya adalah dengan belum dipastikannya letak Ibukota Bandung Barat yang menurut rumor akan bertempat di Ngamprah. Saya masih ingat ketika usia saya masih 6-7 tahun saat mengikuti ayah saya -yang saat itu menjadi anggota DPRD Kabupaten Bandung- harus bolak-balik naik Skuter dari Lembang (tempat tinggal saya) ke Baleendah dengan jarak yang jauh dan kondisi jalan yang buruk. Pada saat itu sering terngiang ucapan ayah saya, bahwa rencana pengembangan Baleendah adalah kesalahan besar karena Pemda Kabupaten Bandung tidak pernah membuat perencanaan matang untuk pembangunan sebuah Ibukota. Beberapa tahun kemudian ucapan ayah saya bisa terbukti, karena pada akhirnya Ibukota Kabupaten Bandung bertempat di Soreang.
Dari perbandingan tentang perencanaan Baleendah dahulu kala dan Ngamprah untuk Ibukota Bandung Barat saat ini, saya menduga bahwa pada akhirnya perencanaan itu akan mengalami hambatan dan bahkan bukan tidak mungkin gagal mencapai sasaran. Saya tidak mempermasalahkan harus di mana letak sebuah Ibukota, tetapi yang paling penting adalah lahirnya sebuah perencanaan yang memang realistis untuk diwujudkan. Sulitnya daya jangkau masyarakat Kabupaten Bandung ke Soreang jangan terulang dalam kondisi Bandung Barat yang kurang lebih sama. Wilayah Bandung Barat masih terhitung sangat luas dan tersebar tidak merata, sehingga menurut saya seharusnya wilayah itu kembali dimekarkan menjadi 2 Kabupaten lagi (Barat dan Utara). Atau setidaknya setiap wilayah didorong untuk menjadi kota-kota mandiri yang Sistem Ekonomi dan Pelayanan Masyarakatnya tidak terpusat di Ibukota Kabupaten Bandung Barat.
Wilayah Bandung Barat yang kompleks ciri dan permasalahannya, seharusnya segera disikapi dengan sebuah Konsep Pembangunan Elementer namun tetap Integral dalam satu kesatuan. Elementer yang saya maksud artinya Konsep tersebut menempatkan sistem dan cara terpisah bagi daerah-daerah berbeda. Secara garis besar wilayah Bandung Barat terdiri atas daerah Konservasi Lingkungan Hidup dan/atau Daerah Pariwisata, Daerah Pertanian/perkebunan/ peternakan, Daerah Semi dan Ultra Industri, dan Daerah Pemusatan Perumahan. Kompleksitas seperti ini memerlukan sebuah manajemen administrasi dan pengelolaan yang bertaraf sangat tinggi. Artinya, bukan hanya diperlukan sebuah Konsep Pembangunan yang bertaraf tinggi, tetapi harus dijalankan pula oleh seorang manajer yang berkualitas tinggi. Di sinilah saya menilai ada permasalahan, di mana para "pengejar kekuasaan tersebut" tidak ada satupun yang dinilai memenuhi syarat sebagai seorang manajer Kabupaten Bandung Barat. Yang ada hanyalah segelintir anggota legislatif yang tidak komunikatif dan aspiratif, penjabat birokrat yang bahkan tak bisa membenahi lingkungan sekitar rumahnya, mantan terpidana yang masih suka bersikap kasar, dan lebih memprihatinkan adalah munculnya kaum preman aktif yang mengaku siap mewakili rakyat untuk membangun Bandung Barat.
Dalam kondisi inilah sebetulnya diharapkan Pemda Jawa Barat mampu menjadi creator dan motivator Pembentukan sebuah Konsep Pembangunan Bandung Barat. Menjadi creator dalam arti Pemda Jabar mampu membentuk sebuah Tim Konseptor Lintas Keilmuan, Lintas Komponen, dan Lintas Profesi yang diharapkan mampu melahirkan sebuah Garis Besar Haluan Pembangunan Bandung Barat (maaf jika agak terinspirasi konsep Orde Baru) yang terbagi dalam konsep pembangunan jangka pendek dan jangka panjang. Peranan Pemda Jabar ini sangat perlu bukan karena fungsi KBU yang sebagian berada di Bandung Barat, tetapi mengingat efek-efek dan sinergitas pembangunan di wilayah Jawa Barat (bahkan Pulau Jawa) terkait erat dengan Pembangunan di Bandung Barat. Hal itu setidaknya dari fungsi Bandung Barat (khususnya KBU) yang tidak hanya menjadi konservasi bagi lingkungan hidup Bandung Raya tetapi juga menjadi salah satu "sumber oksigen" wilayah Pulau Jawa.

Dalam konteks ini, saya selaku penulis menyarankan beberapa pointers yang dapat diakomodir dalam Konsep Pembangunan Bandung Barat tersebut, antara lain:
  1. Pengembangan Sistem Pendidikan berbasis Interkoneksi Teknologi Informasi, dalam rangka menembus permasalahan keluasan dan penyebaran penduduk yang tidak merata di Bandung Barat.
  2. Pengembangan Sistem Interkoneksi Teknologi Informasi dalam Pelayanan Pemerintah terhadap Masyarakat. Walaupun agak sedikit mengurangi jumlah aparat dan nilai investasi awal yang agak mahal, namun ke depannya akan sangat menghemat biaya anggaran serta bermanfaat besar bagi penyusunan data dan layanan sosial terhadap masyarakat Bandung Barat.
  3. Pengembangan Sistem dan Administrasi Transportasi wilayah Bandung Barat yang lebih bersifat massal dan anti-KKN. Bidang ini menjadi hal yang sangat penting karena penulis menilai bahwa Institusi Dinas Perhubungan khususnya di bidang Transportasi merupakan salah satu institusi tersubur praktek KKN, yang akibatnya bisa terlihat dari kesemrawutan Ijin Trayek dan situasi lalu lintas jalan. Dalam hal penyediaan prasarana transportasi, setidaknya pengelolaan dan pembangunan jalan menjadi prioritas bebas KKN agar beban anggaran tidak membengkak namun tetap menjamin kualitas jalan.
  4. Pembentukan institusi kewedanaan dan kecamatan baru hendaknya diikuti pula dengan adanya desentralisasi pelayanan kepada masyarakat. Dalam hal ini tidak menutup kemungkinan setiap kantor kewedanaan/kecamatan menjadi "Kantor Layanan Satu Atap" yang di dalamnya terdapat Kantor Catatan Sipil, Pajak dan Retribusi Daerah\Pusat, Dinas Kimpraswil/Pekerjaan Umum, Kebersihan, dan sebagainya. Di lain atap, keberadaan Kepolisian Sektor (Polsek) juga diharapkan satu atap dengan Dinas Pendapatan Daerah dalam melayani pengurusan STNK/PKB dan Surat Ijin Mengemudi.
  5. Ciri dan kompleksitas wilayah-wilayah bagian Bandung Barat yang berbeda, hendaknya dikelola dalam sistem manajemen yang sesuai dengan kekhasannya masing-masing. Misalnya untuk wilayah KBU ditunjuk pelaksana manajemen yang mampu mengelolanya menjadi daerah Konservasi Alam, Pariwisata, dan Pertanian namun secara konsisten mampu meningkatkan perekonomian dan pendapatan masyarakat.
  6. Peningkatan sarana pendidikan yang murah namun berkualitas. Secara intensifikasi, Konsep Pengembangan Pendidikan berbasis Moral, Teknologi, dan Pembinaan Budaya dapat dilakukan dengan kembali menghidupkan kegiatan-kegiatan yang mampu mendorong kreativitas siswa (misalnya : Pekan Olah Raga dan Seni Antar Pelajar, Lomba-lomba Ilmiah dan Bidang Studi, serta Kegiatan Peningkatan Moral Keagamaan dan Nasionalisme). Secara ekstensifikasi, pembangunan sarana dan prasarana pendidikan (bangunan sekolah dan isinya) mau tidak mau menjadi prioritas dalam Konsep Pembangunan Bandung Barat mengingat di wilayah ini masih banyak daerah yang jumlah sekolah SD hingga SLTA tidak memenuhi rasio dan kebutuhan masyarakatnya. Selanjutnya perlu juga diakomodasi untuk membangun sebuah Perguruan Tinggi Negeri di wilayah Bandung Barat yang proyeknya menjadi sharing Pemda Bandung Barat, Jawa Barat, dan Pemerintah Pusat. Apabila di Soreang sudah ada Stadion Jalak Harupat, maka di Bandung Barat harus ada UNTISTA (Universitas Otto Iskandar Dinata) sebagai penghormatan kepada Pahlawan Nasional yang menjadi salah satu pelopor Pergerakan Nasional tersebut.
Saya pada akhirnya hanya menghimbau agar para Elit Politik di tingkat Pusat hingga ke daerah dan dengan partisipasi masyarakat secara integral untuk segera membuat sebuah Konsep Pembangunan Bandung Barat, dan melaksanakannya dalam kerangka jangka panjang maupun jangka pendek.

No comments: